FISIOTERAPI BEKASI - Pandemi COVID-19 yang melanda dunia mempengaruhi begitu banyak aspek kehidupan manusia dan bagaimana menjalaninya. Dampak paling langsung adalah sektor kesehatan, tak terkecuali fisioterapi.
Di Indonesia, laju penyebaran COVID-19 masih menjadi tantangan berat , terutama bagi tenaga kesehatan. Banyaknya tenaga kesehatan yang terpapar -baik yang berstatus ODP, PDP, terkonfirmasi positif maupun yang meninggal dunia. Kewaspadaan dalam bekerja dan ketersediaan APD merupakan hal krusial.
Merespon perkembangan ini PP IFI mengeluarkan Surat Edaran kepada seluruh direktur dan pimpinan fasilitas layanan kesehatan se Indonesia.
Paska terbitnya surat tersebut, Infokom PP IFI mengadakan wawancara daring dengan Ketua Umum PP IFI M Ali Imron untuk memperbincangkan situasi yang dihadapi fisioterapi saat ini.
Mari kita simak,
Kemarin PP IFI sudah mengeluarkan Surat Edaran untuk direktur RS dan pimpinan fasyankes se Indonesia, apa harapannya setelah ini ?
Tujuan surat edaran itu sesungguhnya adalah justru agar pelayanan fisioterapi tetap dilaksanakan tetapi dalam kondisi yang sangat aman baik bagi fisioterapis maupun bagi pasien.
Ingat bahwa yang ada di rumah sakit hari ini bukan hanya yang terpapar COVID-19. Tapi juga ada pasien-pasien lain dimana pelayanan fisioterapi menjadi kebutuhan utama.
Sempat ada pertanyaan dari beberapa anggota terkait pelarangan penggunaan elektroterapi, apakah ada rasionalisasi terkait hal tersebut ?
OK! Di poin ini, sebenarnya saya hanya ingin fisioterapis Indonesia patuh saja. Sami'na wa atho'na. Tidak mungkin pengurus membuat keputusan tanpa alasan ilmiah.
Namun begitu, jawaban yang paling sederhana adalah, dalam manejemen resiko prisipnya adalah menghindari keburukan lebih utama dibanding mengambil manfaat.
Apalagi dalam konteks modalitas itu bisa di gantikan dengan modalitas lain yang lebih aman dan secara evidence justru lebih baik.
Saya rasa tidak hanya fisioterapi, tapi hampir semua pelayan kesehatan mengalami penurunan.
Pandemi COVID-19 ini memang akan membawa kita pada cara cara baru dalam nenjalani kehidupan. Bertahun-tahun kita bekerja dengan leluasa dan tiba-tiba kita menjadi begitu khawatir hanya misalnya penghasilan menurun selama 3 bulan. Tentu ini sebua manejemen yang salah.
By the way, pandemi ini juga menawarkan peluang baru buat fisioterapis terutama dengan munculnya tele-fisioterapi misalnya. Tele-fisioterapi ini bisa berbasis rumah sakit ataupun berbasis praktik mandiri.
Tele-fisioterapi adalah hal baru bagi kita, mungkin bagi kebanyakan fisioterapis, ini barang baru yang perlu dipelajari bagaimana menjalankannya. IFI berencana memfasilitasi seminar online membahas peluang tele-fisioterapi di masa pandemi ini?
Ya pasti! cara-cara baru harus menjadi concern kita hari ini. Profesi apapun kita.
Terakhir, adakah pesan Bapak untuk fisioterapi Indonesia?
Fisioterapis Indonesia harus menjadikan pandemi kali ini sebagai hikmah, minimal dalam empat hal :
Pertama, munculnya kesadaran, bahwa otonomi profesi itu nyata dan harus terimplementasikan. Hal ini tidak bisa di tawar . Otonomi bukan hanya bahan kuliah yang bersifat imaginer.
Kedua, bahwa fisioterapi itu karakteristiknya khusus/ unik, maka dia berperan pada gangguan kesehatan dengan sifat khusus pula.
Ketiga, fisioterapi Indonesia harus menggiatkan forum ilmiah dan penelitian. Tidak bisa tidak. Kalau tidak maka fisio akan tenggelam.
Ke empat, management resiko harus menjadi kredo baru bagi fisioterapi Indonesia. Keselamatan adalan inti dari gerak dan fungsi tubuh.